Tuesday, January 29, 2013

Blood Simple (1984) Review.


Udah pernah nonton No Country for Old Men ato The Big Lebowski belom? 2 film yang gw sebutkan barusan merupakan 2 film Coen Bro favorit gw.  Ibarat kata pintu kemana saja-nya Doraemon, ga ada salahnya untuk pergi ke masa lalu dengan nonton early works mereka. Sebuah film debutan Coen bersaudara berjudul Blood Simple, yang sempat digadang2 sebagai salah 1 film low-budget cult-thriller terbaik karena gaya narasi penceritaanya yang nyentrik, shot yang kelam, serta dialog2 random yang akan menjadi cikal-bakal gaya film2nya Coen Brothers nantinya.


Nyeritain tentang seorang pemilik bar bernama Marty (Dan Hedaya) yang cemburu karena istrinya, Abby (Frances McDormand) selingkuh dengan salah satu pegawai bar-nya, Ray (John Getz).  Dikuasai dendam dan amarah yang tak tertahankan, Marty pun nyuruh detektif yang dia sewa untuk ngebunuh Abby dan Ray. Sayangnya, skenario pembunuhan Abby dan Ray ternyata tidak sesimpel itu saat muncul berbagai salah paham serta kejadian2 yang tak terduga datang secara tiba2


Jelek, ngebosenin, bikin ngantuk. Otak gw ga berenti2 mengucapkan 3 kata itu selama durasi Blood Simple berlangsung.  Jelek, karena shot2nya serta sinematografi-nya itu bener2 sederhana dan apa adanya, entah ini film mungkin dibikin dengan budget yang seikhlasnya, yang jelas gw ga suka dengan mis-en-scene yang ada di film ini.  Ngebosenin karena plot ceritanya nanggung dan cliche, tema cerita murder-gone-wrong itu buat gw udah basi dan norak, dan Blood Simple adalah salah satunya.  Bikin ngantuk, karena gw nyaris bisa memprediksi apa yang akan terjadi setelah ini, setelah ini, dan apalagi setelah ini, karena menurut gw, Blood Simple itu nyontek Dial M For Murder-nya Hithcock, which is one of my favorite Hitchock movie. Tapi, unsur2 jelek ngebosenin, dan bikin ngantuk itu mendadak sirna saat alur cerita Blood Simple yang semakin lama semakin gelap dan semakin hitam.




Blood Simple sejak awal memiliki pace film serta gaya narasi yang benar2 lambat, 10-20 menit pertama benar2 merupakan siksaan batin, mata gw mungkin udah dua setengah watt kali ya pas nonton ini film. Berulang kali gw mencoba meyakinkan diri gw supaya bisa menikmati Blood Simple sejak awal2 film dimulai, tapi tetap saja, rasa bosan serta rasa ngantuk itu tak kunjung hilang.  Dan tiba2, disaat mata gw udah 0.5 watt alias udah nyaris ketiduran, mendadak plot cerita Blood Simple dibikin jadi rumit dan suddenly membuat penonton macam gw kaget-nya setengah mati, berasa kayak punggung gw kena serangan Saringgan, gila bener emang Joel Coen, baru sekarang dia bikin cerita di Blood Simple jadi menarik, coba dari tadi-tadi kek.

Bam, sejak di menit ke-30 dan seterusnya, Blood Simple yang sejak awal ber-pace lambat mendadak berubah jadi blood-pumping thriller yang bikin adrenalin gw naik turun, banyak adegan tak terduga serta bgm suram disini dan membuat Blood Simple menjadi makin mencekam.  Mata gw nyaris tidak bisa melihat ke arah lain selain ke layar laptop gw, bahkan mention twtter yang bunyi2 di hape gw gak gw gubris, karena Joel Coen nyodorin suatu formula cerita yang benar2 awesome dan bikin bulu kuduk gw merinding gara2 alur cerita yang rapi, solid, dan kuat saat semuanya menjadi makin rumit.

Yang gw sukai dari Blood Simple adalah kemampuan Joel Coen sendiri yang berhasil ngeramu sebuah adegan tanpa dialog, yang harusnya biasa aja, malah menjadi sebuah adegan paling mencekam yang pernah ada. Dan Blood Simple juga berhasil ngebawa atmosfer khas 80an yang kental, mulai dari mimik muka para pemainnya, iringan musiknya, lagu2 jadul yang bunyi2 secara ajaib di juke-box, hingga pergerakan kamera-nya yang nunjukin kesan misterius yang amatir. Pokoknya atmosfer-nya itu lain daripada yang lain deh, tipikal film Lamesome yang bagus dan jeleknya itu simultan.

Penampakan Manusia Misterius.
Penampakan bayangan misterius.

Overall, Blood Simple merupakan sebuah karya debutan yang penuh potensi, tak heran jika kedepannya Coen Bro memakai gaya2 narasi yang nyentrik ini sebagai ciri khas film mereka. 30 detik terakhir film ini benar2 menyenangkan, perasaan yang gw rasain pas ngeliat 30 detik terakhirnya itu bener2 takjub, kagum dengan kemampuan Coen Bro yang ngubah sebuah dark-thriller suram jadi hillarious begitu endingnya.  Sebuah film yang akan membuat Alfred Hithcock tersenyum geli seandainya dia nonton film ini.








0 comments:

Post a Comment